Selasa, 30 November 2010

jurnal

MAKALAH
Peranan dan Fungsi Fitohormon
bagi Pertumbuhan Tanaman
Oleh :
Intan Ratna Dewi A.
132 306 081
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2008
DAFTAR ISI
BAB Hal
I. Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam Pertumbuhan
dan Perkembangan Tanaman
1.1 Pendahuluan ……………………………………………………………………. 1
1.2 Lima Tipe Utama ZPT………………………………………………………..
4
II. Peranan Zat Pengatur Tumbuh ………………………………………. 7
2.1 Auksin …………………………………………………………………………….. 7
2.2 Sitokinin ………………………………………………………………………….. 12
2.3 Giberelin ………………………………………………………………………….. 16
2.4 Asam Absisat ……………………………………………………………………. 21
2.5 Ethylene…………………………………………………………………………… 24
2.6 Triakontanol ……………………………………………………………………..
31
III. APLIKASI ZPT PADA BIDANG PERTANIAN………………………
35
IV. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul
Hal
1. Transportasi Auksin Polar : Suatu Model Khemiosmosis…………………
8
2. Perpanjangan Sel sebagai Respon terhadap Auksin : Hipotesis
Pertumbuhan Asam (Acid Growth Hypothesis)……………………
10
3. Dominansi Apikal………………………………………………………………
15
4. Penyakit Kecambah Abnormal pada Padi …………………………….
17
5. Pemberian Hormon Tumbuh pada Perkecambahan Kacang
Kapri yang Kerdil……………………………………………………………….
19
6. Efek Pemberian Gibberellin pada Anggur Tanpa Biji……………..
20
7. Perkecambahan Sebelum Waktunya pada Biji Jagung Mutan.. 23
8. Absisi pada Daun Maple ……………………………………………………. 28
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan berkat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ”Peranan dan Fungsi
Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman”.
Pada kesempatan ini tim penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Prof. Dr Tualar Simarmata atas saran dan masukan pada penulisan makalah ini, Kepala
Labarotarium Produksi Tanaman serta staf pengajar minat budidaya pada khususnya.
Tanpa bantuannya sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini.
Penulis telah berusaha untuk menyempurnakan tulisan ini, namun sebagai
manusia penulis pun menyadari akan keterbatasan maupun kehilafan dan kesalahan
yang tanpa disadari. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini akan
sangat dinantikan.
Bandung, Januari 2008
I. PERANAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) DALAM
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUMBUHAN
1.1 Pendahuluan
Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini dan selanjutnya harus dilakukan
dengan penerapan teknologi baru seperti bioteknologi dan penggunaan zat pengatur
tumbuh. Masalahnya sekarang , mampukah kita menyeleksi teknologi baru ini yang
sesuai dengan keadaan Indonesia dalam rangka menunjang pembangunan pertanian
yang tangguh dan berkelanjutan.
Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon
tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah
mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama
tentang proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman. Proses-proses
lain seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara
dipengaruhi oleh hormon tanaman. Hormon tanaman kadang-kadang juga disebut
fitohormon, tetapi istilah ini lebih jarang digunakan.
Istilah hormon ini berasal dari bahasa Gerika yang berarti pembawa pesan
kimiawi (Chemical messenger) yang mula-mula dipergunakan pada fisiologi hewan.
Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industri
kimia maka ditemukan banyak senyawa-senya-wa yang mempunyai pengaruh fisiologis
yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada umumnya
dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT = Plant Growth Regulator).
Tentang senyawa hormon tanaman dan zat pengatur tumbuh, Moore (2) mencirikannya
sebagai berikut :
1. Fitohormon atau hormon tanaman ada-lah senyawa organik bukan nutrisi yang
aktif dalam jumlah kecil (< 1mM) yang disintesis pada bagian tertentu, pada
umumnya ditranslokasikan kebagian lain tanaman dimana senyawa tersebut,
menghasilkan suatu tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis.
2. Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi
rendah (< 1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif
mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3. Inhibitor adalah senyawa organik yang menghambat pertumbuhan secara umum
dan tidak ada selang konsentrasi yang dapat mendorong pertumbuhan.
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa
golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau
fitohormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi
hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam
jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini
karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan
sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat
tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari
luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh
(bahasa Inggris plant growth regulator).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi
sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan.
Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula
tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan
merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Retardan. Cathey (1975) mendefinisikan retar dan sebagai suatu senyawa organik
yang menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun, dan secara
tidak langsung mem-pengaruhi pembungaan tanpa menyebabkan pertumbuhan yang
abnormal.
Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi
yang sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh tanaman dapat
memacu atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada berbagai macam sel-sel
tumbuhan dan dapat mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada
tumbuhan.
Dengan menganalogikan senyawa kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi
oleh kelenjar ke aliran darah yang dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian
yang berbeda pada tubuh, sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan.
Namun, beberapa ilmuwan memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah
hormon yaitu senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat
mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus.
Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering
mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi
sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh
untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak
jauh.
1.2 Lima tipe utama ZPT
Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama ZPT yaitu auksin,
sitokinin,giberelin, asam absisat dan etilen (Tabel 1). Tiap kelompok ZPT dapat
menghasilkan beberapa pengaruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi
pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok ZPT tersebut yang mempengaruhi
perkembangan tumbuhan yaitu dalam hal diferensiasi sel.
Seperti halnya hewan, tumbuhan memproduksi ZPT dalam jumlah yang sangat
sedikit, akan tetapi jumlah yang sedikit ini mampu mempengaruhi sel target. ZPT
menstimulasi pertumbuhan dengan memberi isyarat kepada sel target untuk membelah
atau memanjang, beberapa ZPT menghambat pertumbuhan dengan cara menghambat
pembelahan atau pemanjangan sel. Sebagian besar molekul ZPT dapat mempengaruhi
metabolisme dan perkembangan sel-sel tumbuhan. ZPT melakukan ini dengan cara
mempengaruhi lintasan sinyal tranduksi pada sel target. Pada tumbuhan seperti halnya
pada hewan, lintasan ini menyebabkan respon selular seperti mengekspresikan suatu
gen, menghambat atau mengaktivasi enzim, atau mengubah membran.
Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada
tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak
bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada
umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Tabel 1. Peranan ZPT pada pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
ZPT Fungsi utama
Tempat
dihasilkandan
lokasinya pada
tumbuhan
Auksin
Sitokinin
Mempengaruhi pertambahan panjang batang,
pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan
akar; perkembangan buah; dominansi apikal;
fototropisme dan geotropisme.
Mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi
akar; mendorong pembelahan sel dan
pertumbuhan secara umum, mendorong
Meristem apikal tunas
ujung, daun
muda, embrio dalam
biji.
Pada akar, embrio
dan buah, berpindah
Giberelin
Asam
absisat
(ABA)
Etilen
perkecambahan; dan menunda penuaan.
Mendorong perkembangan biji, perkembangan
kuncup, pemanjangan batang dan pertumbuhan
daun; mendorong pembungaan dan
perkembangan buah; mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi akar.
Menghambat pertumbuhan; merangsang
penutupan stomata pada waktu kekurangan air,
memper-tahankan dormansi.
Mendorong pematangan; memberikan pengaruh
yang berlawanan dengan beberapa pengaruh
auksin; mendorong atau menghambat
pertumbuhan dan? perkembangan akar, daun,
batang dan bunga.
dari akar ke organ
lain.
Meristem apikal tunas
ujung dan akar;
daun muda; embrio.
Daun; batang, akar,
buah berwarna
hijau.
Buah yang matang,
buku pada batang,
daun yang sudah
menua.
Pada umumnya, hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan, dengan mempengaruhi : pembelahan sel, perpanjangan sel, dan differensiasi
sel. Beberapa hormon, juga menengahi respon fisiologis berjangka pendek dari
tumbuhan terhadap stimulus lingkungan. Setiap hormon, mempunyai efek ganda;
tergantung pada : tempat kegiatannya, konsentrasinya, dan stadia perkembangan
tumbuhannya.
Hormon tumbuhan, diproduksi dalam konsentrasi yang sangat rendah; tetapi
sejumlah kecil hormon dapat membuat efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan
dan perkembangan organ suatu tumbuhan. Hal ini secara tidak langsung menyatakan
bahwa, sinyal hormonal hendaknya diperjelas melalui beberapa cara.
Suatu hormon, dapat berperan dengan mengubah ekspresi gen, dengan
mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat
membran. Beberapa peranan ini, dapat mengalihkan metabolisme dan pekembangan
sel yang tanggap terhadap sejumlah kecil molekul hormon. Lintasan transduksi sinyal,
memperjelas sinyal hormonal dan meneruskannya ke respon sel spesifik.
Respon terhadap hormon, biasanya tidak begitu tergantung pada jumlah absolut
hormon tersebut, akan tetapi tergantung pada konsentrasi relatifnya
dibandingkan dengan hormon lainnya. Keseimbangan hormon, dapat
mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan daripada peran hormon secara
mandiri. Interaksi ini akan menjadi muncul dalam penyelidikan tentang fungsi hormon.
II. PERANAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT)
2.1. Auksin
Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi
utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa
auksindihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA
(Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric
acid) dan beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (napthalene
acetic acid), 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4
chlorophenoxyacetic acid) .
Istilah auksin juga digunakan untuk zat kimia yang meningkatkan perpanjangan
koleoptil; walaupun demikian, auksin pada kenyataannya mempunyai fungsi ganda pada
Monocotyledoneae maupun pada Dicotyledoneae. Auksin alami yang berada di dalam
tumbuhan, adalah asam indol asetat (IAA=Indol Asetic Acid), akan tetapi, beberapa
senyawa lainnya, termasuk beberapa sintetisnya, mempunyai aktivitas seperti auksin.
Nama auksin digunakan khususnya terhadap IAA. Walaupun auksin merupakan
hormon tumbuhan pertama yang ditemukan, namun masih banyak yang harus dipelajari
tentang transduksi sinyal auksin dan tentang regulasi biosintesis auksin. Kenyataan
sekarang mengemukakan bahwa auksin diproduksi dari asam amino triptopan di dalam
ujung tajuk tumbuhan.
Pengaruh IAA terhadap pertumbuhan batang dan akar tanaman kacang kapri.
Kecambah yang diberi perlakuan IAA menunjukkan pertambahan tinggi yang lebih
besar (kanan) dari tanaman kontrol (kurva hitam). Tempat sintesis utama auksin pada
tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung. IAA yang diproduksi di tunas
ujung tersebut diangkut ke bagian bawah dan berfungsi mendorong pemanjangan sel
batang. IAA mendorong pemanjangan sel batang hanya pada konsentrasi tertentu yaitu
0,9 g/l. Di atas konsentrasi tersebut IAA akan menghambat pemanjangan sel batang.
Pengaruh menghambat ini kemungkinan terjadi karena konsentrasi IAA yang tinggi
mengakibatkan tanaman mensintesis ZPT lain yaitu etilen yang memberikan pengaruh
berlawanan dengan IAA. Berbeda dengan pertumbuhan batang, pada akar, konsentrasi
IAA yang rendah (<10-5 g/l) memacu pemanjangan sel-sel akar, sedangkan konsentrasi
IAA yang tinggi menghambat pemanjangan sel akar. Sehingga dapat disimpulkan :
1. Pemberian ZPT yang sama tetapi dengan konsentrasi yang berbeda
menimbulkan pengaruh yang berbeda pada satu sel target.
2. Pemberian ZPT dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan pengaruh yang
berbeda pada sel-sel target yang berbeda.
Gambar 1 . Transportasi Auksin Polar : Suatu Model Khemiosmosis
Sumber : Campbell dan Reece, 2002 : 809
Keterangan Gambar 1 :
1. Pada saat auksin menemui lingkungan yang asam dari dinding sel, molekulnya akan
mengikat ion hydrogen (H+) sehingga menjadi bermuatan netral.
2. Sebagai suatu molekul netral yang berukuran relatif kecil, auksin melintas melalui
membran plasma.
3. Pada bagian sebelah dalam sel, pH lingkungan sebesar 7, menyebabkan auksin
berionisasi menjadi auksin bermuatan negatif dan ion H+. Pada waktu yang singkat
ini, hormon berada di dalam sel, karena membran plasma lebih permeabel terhadap
ion, daripada terhadap molekul yang netral, dengan ukuran yang sama.
4. Pemompaan proton yang dikendalikan ATP, mengatur perbedaan pH antara di
sebelah dalam sel dengan di sebelah luar sel.
5. Auksin dapat ke luar dari sel, hanya pada bagian basal sel, tempat protein karier
spesifik terpasang di dalam membran (protein pembawa auksin).
6. Pemompaan proton, berperan terhadap aliran auksin ini, dengan cara membuat
suatu potensial membran (tekanan) melewati membran, yang membantu
transportasi anion auksin ke luar dari sel.
Peranan Auksin
a. Auksin Di Dalam Perpanjangan Sel
Meristem tunas apikal adalah tempat utama sintesis auksin. Pada saat auksin
bergerak dari ujung tunas ke bawah ke daerah perpanjangan sel, maka hormon auksin
mengstimulasi pertumbuhan sel, mungkin dengan mengikat reseptor yang dibangun di
dalam membran plasma.
Auksin akan menstimulasi pertumbuhan hanya pada kisaran konsentrasi
tertentu; yaitu antara : 10-8 M sampai 10-4 M. Pada konsentrasi yang lebih tinggi;
auksin akan menghambat perpanjangan sel, mungkin dengan menginduksi produksi
etilen, yaitu suatu hormon yang pada umumnya berperan sebagai inhibitor pada
perpanjangan sel.
Berdasarkan suatu hipotesis yang disebut hipotesis pertumbuhan asam
(acid growth hypothesis), pemompaan proton membran plasma memegang
peranan utama dalam respon pertumbuhan sel terhadap auksin. Di daerah
perpanjangan tunas, auksin menstimulasi pemompaan proton membran plasma, dan
dalam beberapa menit; auksin akan meningkatkan potensial membran (tekanan
melewati membran) dan menurunkan pH di dalam dinding sel (Gambar 2).
Pengasaman dinding sel ini, akan mengaktifkan enzim yang disebut ekspansin;
yang memecahkan ikatan hidrogen antara mikrofibril sellulose, dan melonggarkan
struktur dinding sel. Ekspansin dapat melemahkan integritas kertas saring yang dibuat
dari sellulose murni.
Gambar 2 . Perpanjangan Sel sebagai Respon terhadap Auksin : Hipotesis Pertumbuhan
Asam (Acid Growth Hypothesis).
Sumber : Campbell dan Reece, 2002 : 810
Penambahan potensial membran, akan meningkatkan pengambilan ion ke dalam
sel, yang menyebabkan pengambilan air secara osmosis. Pengambilan air, bersama
dengan penambahan plastisitas dinding sel, memungkinkan sel untuk memanjang.
Auksin juga mengubah ekspresi gen secara cepat, yang menyebabkan sel dalam
daerah perpanjangan, memproduksi protein baru, dalam jangka waktu beberapa menit.
Beberapa protein, merupakan faktor transkripsi yang secara menekan ataupun
mengaktifkan ekspresi gen lainnya.
Untuk pertumbuhan selanjutnya, setelah dorongan awal ini, sel akan membuat
lagi sitoplasma dan bahan dinding sel. Auksin juga menstimulasi respon pertumbuhan
selanjutnya.
b. Auksin dalam Pembentukan Akar Lateral dan Akar Adventif
Auksin digunakan secara komersial di dalam perbanyakan vegetatif tumbuhan
melalui stek. Suatu potongan daun, maupun potongan batang, yang diberi serbuk
pengakaran yang mengandung auksin, seringkali menyebabkan terbentuknya akar
adventif dekat permukaan potongan tadi.
Auksin juga terlibat di dalam pembentukan percabangan akar. Beberapa peneliti
menemukan bahwa dalam mutan Arabidopsis, yang memperlihatkan perbanyakan akar
lateral yang ekstrim ternyata mengandung auksin dengan konsentrasi 17 kali lipat dari
konsentrasi yang normal.
c. Auksin Sebagai Herbisida
Auksin sintetis, seperti halnya 2,4-dinitrofenol (2,4-D), digunakan secara meluas
sebagai herbisida tumbuhan. Pada Monocotyledoneae, misalnya : jagung dan rumput
lainnya dapat dengan cepat menginaktifkan auksin sintetik ini, tetapi pada
Dicotyledoneae tidak terjadi, bahkan tanamannya mati karena terlalu banyak dosis
hormonalnya. Menyemprot beberapa tumbuhan serialia ataupun padang rumput dengan
2,4-D, akan mengeliminir gulma berdaun lebar seperti dandelion.
d. Efek Lainnya Dari Auksin
Selain untuk menstimulasi perpanjangan sel dalam pertumbuhan primer; auksin
juga mempengaruhi pertumbuhan sekunder, termasuk pembelahan sel di dalam
kambium pembuluh, dan dengan mempengaruhi differensiasi xylem sekunder.
Biji yang sedang berkembang mensintesis auksin, untuk dapat meningkatkan
pertumbuhan buah di dalam tumbuhan. Auksin sintetik yang disemprotkan ke
dalam tanaman tomat anggur akan menginduksi perkembangan buah tanpa
memerlukan pollinasi. Hal ini memungkinkan untuk menghaslkan tomat tanpa biji,
melalui substitusi auksin sintetik, pada auksin yang disintetis secara normal, pada biji
yang sedang berkembang.
2.2 Sitokinin
Sitokinin merupakan ZPT yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Beberapa
macam sitokinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa
lainnya merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang
tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar
selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang.
Ahli biologi tumbuhan juga menemukan bahwa sitokinin dapat meningkatkan
pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga
menunda penuaan daun, bunga dan buah dengan cara mengontrol dengan baik proses
kemunduran yang menyebabkan kematian sel-sel tanaman. Penuaan pada daun
melibatkan penguraian klorofil dan protein-protein, kemudian produk tersebut diangkut
oleh floem ke jaringan meristem atau bagian lain dari tanaman yang membutuhkannya.
Daun kacang jogo (Phaseolus vulgaris) yang ditaruh dalam wadah berair dapat ditunda
penuaannya beberapa hari apabila disemprot dengan sitokinin. Sitokinin juga dapat
menghambat penuaan bunga dan buah. Penyemprotan sitokinin pada bunga potong
dilakukan agar bunga tersebut tetap segar.
Sebagian besar tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks yaitu tunas
lateralnya tumbuh bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola pertumbuhan ini
merupakan hasil interaksi antara auksin dan sitokinin dengan perbandingan tertentu.
Sitokinin diproduksi dari akar dan diangkut ke tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di
kuncup terminal kemudian diangkut ke bagian bawah tumbuhan. Auksin cenderung
menghambat aktivitas meristem lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem
apikal sehingga membatasi pembentukan tunas-tunas cabang dan fenomena ini disebut
dominasi apikal. Kuncup aksilar yang terdapat di bagian bawah tajuk (daerah yang
berdekatan dengan akar) biasanya akan tumbuh memanjang dibandingkan dengan
tunas aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal. Hal ini menunjukkan ratio
sitokinin terhadap auksin yang lebih tinggi pada bagian bawah tumbuhan.
Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu cara
tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya jumlah akar
yang banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak. Peningkatan
konsentrasi sitokinin ini akan menyebabkan sistem tunas membentuk cabang dalam
jumlah yang lebih banyak. Interaksi antagonis ini umumnya juga terjadi di antara ZPT
tumbuhan lainnya.
Peranan Sitokinin
a. Pengaturan pembelahan sel dan diferensiasi sel
Sitokinin, diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya pada
akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan sampai ke
jaringan yang dituju, dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan di dalam cairan xylem.
Bekerja bersama-sama dengan auksin; sitokinin menstimulasi pembelahan sel
dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Efek sitokinin terhadap pertumbuhan sel di
dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang bagaimana jenis hormon ini
berfungsi di dalam tumbuhan yang lengkap.
Ketika satu potongan jaringan parenkhim batang dikulturkan tanpa memakai
sitokinin, maka selnya itu tumbuh menjadi besar tetapi tidak membelah. Sitokinin
secara mandiri tidak mempunyai efek. Akan tetapi, apabila sitokinin itu ditambahkan
bersama-sama dengan auksin, maka sel itu dapat membelah.
b. Pengaturan Dominansi Apikal
Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominasi
apikal, yaitu suatu kemampuan dari tunas terminal untuk menekan perkembangan
tunas aksilar.
Sampai sekarang, hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal pada
dominansi apikal, yaitu hipotesis penghambatan secara langsung, menyatakan bahwa
auksin dan sitokinin bekerja secara antagonistis dalam mengatur pertumbuhan
tunas aksilari.
Berdasarkan atas pandangan ini, auksin yang ditransportasikan ke bawah tajuk
dari tunas terminal, secara langsung menghambat pertumbuhan tunas aksilari. Hal ini
menyebabkan tajuk tersebut menjadi memanjang dengan mengorbankan percabangan
lateral.
Sitokinin yang masuk dari akar ke dalam sistem tajuk tumbuhan, akan melawan
kerja auksin, dengan mengisyaratkan tunas aksilar untuk mulai tumbuh. Jadi rasio
auksin dan sitokinin merupakan faktor kritis dalam mengontrol penghambatan tunas
aksilar.
Banyak penelitian yang konsisten dengan hipotesis penghambatan
langsung ini. Apabila tunas terminal yang merupakan sumber auksin utama
dihilangkan, maka penghambatan tunas aksilar juga akan hilang dan tanaman menjadi
menyemak.
Aplikasi auksin pada permukaan potongan kecambah yang terpenggal, akan
menekan kembali pertumbuhan tunas lateral. Mutan yang terlalu banyak memproduksi
sitokinin, atau tumbuhan yang diberi sitokinin, juga bertendensi untuk lebih menyemak
dibanding yang normal.
Gambar 3. Dominansi Apikal
Sumber : Campbell dan Reece, 2002 : 811
Keterangan Gambar 3 :
a) Auksin dari tunas apikal menghambat pertumbuhan tunas aksilar. Hal ini menolong
perpanjangan tunas sumbu utama. Sitokinin, yang ditransportasi dari akar ke atas,
berlawanan dengan auksin, menstimulasi pertumbuhan tunas aksilar. Hal inilah
yang menjawab mengapa, pada kebanyakan tumbuhan, tunas aksilar di dekat ujung
tajuk kurang pertumbuhannya dibanding dengan tunas aksilar yang dekat dengan
akar.
b) Apabila tunas apikal dibuang, maka pada tumbuhan yang sama, memungkinkan
tumbuhnya cabang lateral.
c. Efek Anti Penuaan
Sitokinin, dapat menahan penuaan beberapa organ tumbuhan, dengan
menghambat pemecahan protein, dengan menstimulasi RNA dan sintesis protein, dan
dengan memobilisasi nutrien dari jaringan di sekitarnya.
Apabila daun yang dibuang dari suatu tumbuhan dicelupkan ke dalam larutan
sitokinin, maka daun itu akan tetap hijau lebih lama daripada biasanya. Sitokinin juga
memperlambat deteorisasi daun pada tumbuhan utuh.
Karena efek anti penuaan ini, para floris melakukan penyemprotan sitokinin untuk
menjaga supaya bunga potong tetap segar.
2.3 Giberelin
Pada tahun 1926, ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa
cendawan Gibberella fujikuroi mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi penyebab
penyakit tersebut. Senyawa kimia tersebut dinamakan Giberelin. Belakangan ini, para
peneliti menemukan bahwa giberelin dihasilkan secara alami oleh tanaman yang
memiliki fungsi sebagai ZPT. Penyakit rebah kecambah ini akan muncul pada saat
tanaman padi terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi yang menghasilkan senyawa
giberelin dalam jumlah berlebihan.
Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang
biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya,
misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama pada
tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan. Sebagian besar GA
yang diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam bentuk inaktif, tampaknya memerlukan
prekursor untuk menjadi bentuk aktif. Pada spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15
macam GA. Disamping terdapat pada tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan
paku, tetapi tidak pernah dijumpai pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem
dan floem, tidak seperti auksin pergerakannya bersifat tidak polar.
Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai prekursor
pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada tanaman
lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auksin apabila
diberikan secara tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah yang sangat sedikit
tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang maksimal.
Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil akan
tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan konifer
misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa
mencapai 2 m.Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah
diberi GA. Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga
terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin. Pada
beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan
dormansi tunas-tunas serta biji.
Gambar 4. Penyakit Kecambah Abnormal pada Padi
Sumber : Campbell dan Reece, 2002 : 812
Keterangan Gambar 4 :
Tanaman padi yang tinggi lurus di sebelah kanan diinfeksi dengan jamur Gibberella.
Patogen tersebut mengeluarkan gibberellin, suatu stimulus pertumbuhan. Tanaman
yang tidak diinfeksi, di sebelah kiri menghasilkan gibberellin dalam jumlah yang lebih
sedikit.
Peranan Giberellin
a. Perpanjangan Batang
Akar dan daun muda, adalah tempat utama yang memproduksi gibberellin.
Gibberellin menstimulasi pertumbuhan pada daun maupun pada batang; tetapi efeknya
dalam pertumbuhan akar sedikit. Di dalam batang, gibberellin menstimulasi
perpanjangan sel dan pembelahan sel.
Seperti halnya auksin, gibberellin menyebabkan pula pengendoran dinding sel,
tetapi tidak mengasamkan dinding sel. Satu hipotesis menyatakan bahwa; gibberellin
menstimulasi enzim yang mengendorkan dinding sel, yang memfasilitasi penetrasi
protein ekspansin ke dalam dinding sel.
Di dalam batang yang sedang tumbuh, auksin, mengasamkan dinding sel dan
mengaktifkan ekspansin; sedangkan gibberellin memfasilitasi penetrasi ekspansin ke
dalam dinding sel untuk bekerja sama dalam meningkatkan perpanjangan sel.
Efek gibberellin dalam meningkatkan perpanjangan batang, adalah jelas, ketika
mutan tumbuhan tertentu yang kerdil, diberi gibberellin. Beberapa kapri yang kerdil
(termasuk yang dipelajari oleh Mendel), tumbuh dengan ketinggian normal bila diberi
gibberellin. Apabila gibberellin diaplikasikan ke tumbuhan yang ukurannya normal,
seringkali tidak memberikan respon. Nampaknya, tumbuhan tersebut sudah
memproduksi dosis hormon yang optimal.
Suatu contoh yang paling menonjol, dari perpanjangan batang yang telah diinduksi oleh
gibberellin; adalah terjadinya pemanjangan yang tiba-tiba yang disebut bolting, yaitu
pertumbuhan tangkai bunga yang cepat.
Gambar 5. Pemberian Hormon Tumbuh pada Perkecambahan Kacang Kapri yang Kerdil
(Sumber : Campbell dan Reece, 2002 : 812 )
Keterangan Gambar 5 :
Bandingkanlah perkecambahan kacang kapri yang tidak diberi perlakuan di
sebelah kiri, dengan perkecambahan kapri kerdil yang diberi perlakuan di sebelah
kanan, yang diberi 5 g gibberellin 5 hari sebelumnya.
Fase vegetatif beberapa tumbuhan, seperti pada kubis, tumbuh dalam bentuk
roset; yaitu, tumbuhnya pendek dekat dengan tanah karena ruas-ruas (internodus) yang
pendek.
Pada saat tumbuhan berubah ke fase reproduktif, maka terjadi ledakan
gibberellin yang menginduksi internodus menjadi memanjang dengan cepat, sehingga
kuncup bunga menjadi tinggi dan berkembang pada ujung batang.
b. Pertumbuhan Buah
Pada kebanyakan tumbuhan, auksin maupun gibberellin hendaknya selalu
tersedia untuk mengatur pertumbuhan buah. Aplikasi gibberellin secara komersial yaitu
dengan menyemprot anggur ‘Thompson’ menjadi tanpa biji (Gambar 6) adalah sangat
penting.
Hormon, menjadikan buah anggur secara individu tumbuh lebih besar, sesuai
dengan ukuran yang diinginkan konsumen; dan juga menjadikan ruas (internodus) lebih
panjang, sehingga lebih banyak tempat bagi tiap-tiap buah anggur untuk berkembang.
Penambahan ruang tumbuh ini, akan meningkatkan sirkulasi udara antara buah anggur
yang satu dengan yang lainnya; juga menjadikan buah anggur lebih keras, sehingga
tahan terhadap jamur serta mikroorganisme lainnya yang akan menginfeksi buah
Gambar 6. Efek Pemberian Gibberellin pada Anggur Tanpa Biji
Sumber : Campbell dan Reece, 2002 : 813
Keterangan Gambar 6:
Rangkaian tandan anggur di sebelah kiri adalah kontrol, yang tidak diberi perlakuan.
Rangkaian tandan di sebelah kanan tumbuh dari tanaman anggur yang disemprot
dengan gibberellin selama perkembangan buahnya.
c. Perkecambahan
Embrio biji kaya dengan sumber gibberellin. Setelah air diimbibisi, terjadi
pelepasan gibberellin dari embrio, yang mengisyaratkan biji untuk memecahkan
dormansi dan segera berkecambah.
Pada beberapa biji yang memerlukan kondisi lingkungan khusus untuk
berkecambah, misal keterbukaan terhadap cahaya atau temperatur yang dingin, maka
pemberian gibberellin akan memecahkan dormansi. Gibberellin, membantu
pertumbuhan pada perkecambahan serialia, dengan menstimulasi sintesis enzim
pencerna seperti -amilase, yang memobilisasi cadangan makanan. Diduga giberelin
yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan
proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang
tersedia dalam jumlah cukup akan menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan
mengeluarkan giberelin yang mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan
cadangan makanan yang terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin
menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat
yang menyebabkan dormansi biji.
2.4 Asam absisat (ABA)
Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi
menjadi dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh
kuncup menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada kambium
pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga
memberi sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Dinamai dengan asam absisat karena
diketahui bahwa ZPT ini menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim
gugur. Nama tersebut telah popular walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan
kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun.
Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk
menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting
terutama bagi tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid, karena proses
perkecambahan dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian.Sejumlah
faktor lingkungan diketahui mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman
ABA tampaknya bertindak sebagai penghambat utama perkecambahan. Biji-biji
tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah sampai air hujan mencuci ABA keluar
dari biji.
Peranan Asam Absisat (ABA)
a. Dormansi Biji
Dormansi biji, mempunyai nilai kelangsungan hidup yang besar; karena dia
menjamin bahwa biji akan berkecambah; hanya apabila ada kondisi yang optimal dari :
cahaya, temperatur, dan kelembaban.
Apa yang mencegah biji yang disebarkan pada musim gugur untuk segera
berkecambah lalu mati hanya karena adanya musim dingin. Mekanisme apa yang
menjamin bahwa biji tertentu berkecambah pada musim semi?. Apa yang mencegah biji
berkecambah di dalam keadaan gelap, ataupun kelembaban yang tinggi di dalam biji.
Jawabannya adalah ABA. Level ABA akan bertambah 100 kali lipat selama pematangan
biji. Level ABA yang tinggi dalam pematangan biji ini, akan menghambat
perkecambahan, dan menginduksi produksi protein khusus, yang membantu biji untuk
menahan dehidrasi yang ekstrim yang mengiringi pematangan.
Banyak tipe biji yang dorman, akan berkecambah ketika ABA pada biji
tersebut dihilangkan, atau dinonaktifkan, dengan beberapa cara. Biji beberapa
tumbuhan gurun, akan pecah dormansinya, apabila terjadi hujan yang lebat yang akan
mencuci ABA dari biji.
Biji lainnya membutuhkan cahaya ataupun membutuhkan keterbukaan yang
lebih lama terhadap temperatur dingin untuk memicu tidak aktifnya ABA. Sering
kali rasio ABA-gibberellin menentukan; apakah biji itu akan tetap dorman atau akan
berkecambah. Penambahan ABA ke dalam biji yang sedianya berkecambah, akan
kembali menjadikan dalam kondisi dorman.
Mutan jagung, yang mempunyai biji yang sudah berkecambah saat masih pada
tongkolnya, tidak mempunyai faktor transkripsi fungsional yang diperlukan oleh ABA
untuk menginduksi ekspresi gen tertentu (Gambar 7).
Gambar 7. Perkecambahan Sebelum Waktunya pada Biji Jagung Mutan
Keterangan Gambar 7:
Asam absisat menginduksi dormansi pada biji. Ketika mekanisme kerjanya terblokir,
dalam hal ini, dengan mutasi yang menyebabkan faktor transkripsi yang mengatur asam
absisat, menyebabkan perkecambahan sebelum waktunya.
b. Cekaman Kekeringan
ABA, adalah sinyal internal utama, yang memungkinkan tumbuhan, untuk
menahan kekeringan. Apabila suatu tumbuhan memulai layu, maka ABA berakumulasi
di dalam daun, dan menyebabkan stomata menutup dengan cepat, untuk mengurangi
transpirasi, dan mencegah kehilangan air berikutnya.
ABA, melalui pengaruhnya terhadap mesenjer ke-2, yaitu terhadap Ca (kalsium),
menyebabkan peningkatan pembukaan saluran K (kalium) sebelah luar secara langsung
di dalam membran plasma sel penutup. Hal ini mendorong kehilangan kalium dalam
bentuk massif darinya, yang jika disertai dengan kehilangan air secara osmotis akan
mendorong pengurangan turgor sel penutup yang mengecilkan celah stomata.
Dalam beberapa kasus, kekurangan air terlebih dahulu akan mencekam sistem
perakaran sebelum mencekam sistem tajuk. ABA akan ditransportasi dari akar ke daun,
yang berfungsi sebagai sistem peringatan dini (early warning system). Mutan ‘Wilty’
yang mengalami kelayuan, yang biasanya mudah untuk layu, dalam beberapa kasus
disebabkan karena kekurangan produksi ABAnya.
2.5 ETHYLENE
Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zatzat
lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada
keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang
dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk
meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat
diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuhan
Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kita dapat
menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah
produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
Ethylene mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut
buah tropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada pisang
masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang belum
masak. Sejak saat itu Ethylene (C2 H2) dipergunakan sebagai sarana pematangan buah
dalam industri.
Ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur
pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai
hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, besifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.
Seperti hormon lainnya ethylene berpengaruh pula dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi umbi kentang, menginduksi
pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan nenas. Denny dan
Miller (1935) menemukan bahwa ethylene dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.
Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang
dapat dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan
sifat-sifat tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan.
Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik).
Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak yang unik bagi buah
dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan
proses sintesis ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang
dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA. Proses klimakterik pada Apel
diperkirakan karena adanya perubahan permeabilitas selnya yang menyebabkan enzym
dan susbrat yang dalam keadaan normal terpisah, akan bergabung dan bereaksi satu
dengan lainnya.
Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun
proses sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh
karena perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada
pisang warna kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit
pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen dan perombakan khlorofil merupakan
ciri perubahan warna pada buah tomat.
Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut
menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada
adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara
lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose.
Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang
merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan terasanya pada
lidah. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi
rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang
mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour
khas pada buah.
Proses pematangan juga diatur oleh hormon antara lain AUXIN, sithokinine,
gibberellin, asam-asam absisat dan ethylene.Auxin berperanan dalam pembentukan
ethylene, tetapi auxin juga menghambat pematangan buah. Sithokinine dapat
menghilangkan perombakan protein, gibberellin menghambat perombakan khlorofil dan
menunda penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzym
penyusun/pembentuk karotenoid, dan ethylene dapat mempercepat pematangan.
Peranan Ethylene
a. Ethylene sebagai hormon pematangan
Ethylene sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Biale (1960)
telah membuktikan bahwa pada buah adpokat yang disimpan di udara biasa akan
matang setelah 11 hari, tetapi apabila disimpan dalam udara dengan kandungan ethylene
10 ppm selama 24 jam buah adpokat tersebut akan matang dalam waktu 6 hari.
Aplikasi C2H2 (Ethylene) pada buah-buahan klimakterik, makin besar
konsentrasi C2H2 sampai tingkat kritis makin cepat stimulasi respirasinya. Ethylene
tersebut bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakerik, sedangkan penggunaan
C2H2 pada tahap post klimakerik tidak merubah laju respirasi.
Pada buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik
pada buah pra panen maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non
klimakterik hanya sedikit.
Dari penelitian Burg dan Burg (1962), juga dapat diketahui bahwa ethylene
merangsang pemasakan klimakerik. Sedangkan menurut Winarno (1979) dikatakan
bahwa uah-buahan non klimakterik akan mengalami klimakterik setelah ditambahkan
ethylene dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh buah non klimakterik untuk
percobaannya adalah jeruk. Di samping itu pada buah-buahan non klimakterik apabila
ditambahkan ethylene beberapa kali akan terjadi klimakterik yang berulang-ulang.
Penelitian Mattoo dan Modi (1969) telah menunjukkan bahwa C2H2
meningkatkan kegiatan enzym-enzym katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisanirisan
mangga sebelum puncak kemasakannya. Serta selama pemacuan juga
diketemukan zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan
itu dapat hilang dalam waktu 45 jam. Perlakuan dengan C2H2 mengakibatkan irisanirisan
menjadi lunak dan tejadi perubahan warna yang menarik dari putih ke kuning,
yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala kematangan yang khas.
b. Ethylene Pada Absisi Daun
Kehilangan daun pada setiap musim gugur merupakan suatu adaptasi untuk
menjaga agar tumbuhan yang berganti daun, selama musim dingin tetap hidup ketika
akar tidak bisa mengabsorpsi air dari tanah yang membeku.
Sebelum daun itu mengalami absisi, beberapa elemen essensial diselamatkan dari daun
yang mati, dan disimpan di dalam sel parenkhim batang. Nutrisi ini dipakai lagi untuk
pertumbuhan daun pada musim semi berikutnya.
Warna daun pada musim gugur, merupakan suatu kombinasi dari warna
pigmen merah yang baru dibuat selama musim gugur, dan warna karotenoid yang
berwarna kuning dan orange, yang sudah ada di dalam daun, tetapi kelihatannya
berubah karena terurainya klorofil yang berwarna hijau tua pada musim gugur.
Ketika daun pada musim gugur rontok, maka titik tempat terlepasnya daun
merupakan suatu lapisan absisi yang berlokasi dekat dengan pangkal tangkai daun.
Sel parenkhim berukuran kecil dari lapisan ini mempunyai dinding sel yang sangat tipis,
dan tidak mengandung sel serat di sekeliling jaringan pembuluhnya. Lapisan absisi
selanjutnya melemah, ketika enzimnya menghidrolisis polisakarida di dalam
dinding sel.
Akhirnya dengan bantuan angin, terjadi suatu pemisahan di dalam lapisan absisi.
Sebelum daun itu jatuh, selapisan gabus membentuk suatu berkas pelindung di
samping lapisan absisi dalam ranting tersebut untuk mencegah patogen yang akan
menyerbu bagian tumbuhan yang ditinggalkannya (Gambar 8).
Gambar 8. Absisi pada Daun Maple
(Sumber : Campbell dan Reece, 2002 : 816)
Keterangan Gambar 8:
Absisi diatur oleh perubahan keseimbangan etilen dan auksin. Lapisan absisi
dapat dilihat disini sebagai suatu lapisan vertikal pada pangkal tangkai daun. Setelah
daunnya gugur, suatu lapisan pelindung dari gabus, menjadi bekas tempelan daun yang
membantu mencegah serbuan patogen.
Suatu perubahan keseimbangan etilen dan auksin, mengontrol absisi. Daun yang
tua, menghasilkan semakin sedikit auksin; yang menyebabkan sel lapisan absisi lebih
sensitif terhadap etilen. Pada saat pengaruh etilen terhadap lapisan absisi kuat, maka sel
itu memproduksi enzim, yang mencerna sellulose dan komponen dinding sel lainnya.
b. Ethylene dan Permeablitas Membran
Ethylene adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel
terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus ke
dalam membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik
diekraksi kemdian ditambah ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan
meningkatkan permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitochondria akan
dapat masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan
interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzym-enzym pematangan.
c. Ethylene dan Aktiitas ATP-ase
Ethylene mempunai peranan dalam merangsang aktiitas ATP-ase dalam
penyediaan energi yang dibutuhkan dalam metabolisme. ATP-ase adalah suatu enzym
yang diperlukan dalam pembuatan enegi dari ATP yang ada dalam buah. Adapun
reaksinya adalah sebagai berikut:
ATP ----------------------- ADP + P -------------------------- Energi
ATP-ase
d. Ethylene sebagai “Genetic Derepression”
Pada reaksi biolgis ada dua faktor yang mengontrol jalannya reaksi. Yang
pertama adalah “Gene repression” yang menghambat jalannya reaksi yang berantai
untuk dapat berlangsung terus. Yang kedua adalah “Gene Derepression” yaitu faktor
yang dapat menghilangkan hambatan tersebut sehingga reaksi dapat berlangsun.
Selain itu ethylene mempengaruhi proses-proses yang tejadi dalam tanaman
termasuk dalam buah, melalui perubahan pada RNA dan hasilya adalah perubahan
dalam sintesis protein yang diatur RNA sehingga pola-pola enzym-enzymnya mengalami
perubahan pula.
2.5.1 Interaksi Ethylene dengan Auxin
Di dalam tanaman ethylene mengadakan interaksi dengan hormon auxin.
Apabila konsentrasi auxin meningkat maka produksi ethylen pun akan meningkat pula.
Peranan auxin dalam pematangan buah hanya membantu merangsang pembentukan
ethylene, tetapi apabila konsentrasinya ethylene cukup tinggi dapat mengakibatkan
terhambatnya sintesis dan aktifitas auxin.
2. 5.2 Produksi dan Aktifitas Ethylene
Pembentukan ethylene dalam jaringan-jaringan tanaman dapat dirangsang oleh
adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu adanya kerusakan
mekanis pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan dapat
mempercepat pematangannya.
Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada
buah Peach yang disinari dengan sinar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat
pembentukan ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan
sinar radioaktif tersebut pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene.
Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah
maupun suhu tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah
sekitar 2 % tidak terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu
suhu rendah dan oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buahbuahan,
karena akan dapat memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut.
Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya
suhu, misalnya pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan
konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan
maupun pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas ethylene pada bah
tomat dan apel adalah 320 C, untuk buah-buahan yang lain suhunya lebih rendah.
2.6 TRIAKONTANOL
Triakontanol adalah alkohol rantai panjang yang memeiliki 30 atom karbon
dalam molekulnya. Triakontanol merupakan alkohol lemak, juga lebih dikenal dengan
Melissyl alkohol atau Myricyl alkohol.
Kelompok –OH, ciri dari alkohol, berada pada akhir rantai. Rumus kimianya
C₃₀H₆₂O dan berat molekulnya adalah 438,42. Dalam suhu kamar, triakontanol
berbentuk solid (padat) dan titik cairnya pada suhu 85-90oC.Triakontanol tidak larut
dalam air, larut dalam pelarut organik yang berbeda, polaric dan non-polaric . di alam
triakontanol dapat ditemukan dalam kutikula dari berbgai jenis tanaman.
Dalam bentuk ester, dimana triakontanol bereaksi dengan asam dan bahan padat
duitemukan dalam lilin. 1-triakontanol yang ditemukan sekitar 1930-an, sampai hari ini
juga diproduksi secara sintetis, menghasilkan begitu banyak produk murni daripada
ketika diekstrak dari bahan tanaman.
Triakontanaol merupakan pemacu pertumbuhan (groeth stimulant) pada
beberapa jenis tanaman, sebagian besar ditemukan pada ros yang pemberiannya
meningkatkan jumlah basal breaks.
Peningkatan pertumbuhan Akibat pemberian Triakontanol
Pada tahun 1970an, pengamtan pertama terhadap triakontanol yang
meningkatkan pertumbuhan tanaman telah dipublikasikan di Amerika Seriikat. Setelah
ini , penelitian hampir seluruhkan dilakukan dis eluruh belahan dunia, dengan hasil
yang sangat penting pada beberapa tahun kemudian datang dari India, Cina dan Jepang.
Da beberapa tanaman komersial yang menggunakan triakontanol di area I ni, terutama
kapas dan padi.
Hasil terbaik sangat mengesankan dan memberikan lebih dari 100%
peningkatan dalam hasil. Masalahnya, bagaimanapun, bahwa triakontanol tidak larut
dalam air dan akhirnya membuatnya sangat sulit untuk digunakan dalam konsentrasi
rendah dimana diperlukan. Juga, dalam triakontanol unrefined, sangat berhubungan
dengan substansi yang berperan sebagai inhibitor dan mengganggu pengaruh
positifnya.
Triakontanol memberikan hasil yang baik sebagai bating agent, ketika
ditambahkan ke dalam tanah dan diberikan hampir pada seluruh bagian sebagai “pupuk
daun”. Untuk jangka panjang tidak diketahui menyebabkan perbaikan pertumbuhan
tanaman akibat pemberian triakontanol ini. Penelitian akhir-akhir ini menduga bahwa
triakontanol secara langsung mengaktifkan gen yang mengontrol fotosintesis. Gen ini
mengaktifkan enzim yang mengontrol proses kimia dari fotosinrytesis.
Cara triakontanol bekerja berbeda secar intimewa dari rantai pendek alkohol.
Sehingga traikontanol memberikan penongkatan terbesar dalam produktifitas juga pada
tanaman C4 seperti jagung. Dengan rantai pendek alkohol , fotosintesis meningkat
sebagai efek khususnya pada tanaman C3 dan melalui perlindungan enzim Rubisco
dengan ckarbon yang cukup. Alkohol rantai pendek harus digunakan dalam jumlah yang
cukup besar untuk memperoleh pengaruh .
Ketika diaplikasikan bersama, triakontanol dan etanol berpengaruh pada proses
fotosintesis dalam cara yang berbeda. Pengaruh tidak meniadakan tetapai mendukung
satu sama lainnya.
Hasil Penelitian Penggunaan Triakontanol
Triakontanol yang merupakan sebuah alkohol primer dengan 30 karbon, adalah
salah satu Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang telah terbukti mampu meningkatkan
produksi beberapa jenis tanaman budidaya secara efektif. Triakontanol bekerja sama
dengan hormon endogen tanaman dan faktor lingkungan untuk meningkatkan produksi
tanaman. Triakontanol (TRIA) adalah alkohol rantai panjang jenuh yang diketahui
dapat meningkatakan aktivitas pertumbuhan ketikadisuplai secara eksogenus pada
sejumlah tanaman.
Pemberian triakontanol pada tanaman kacang hijau pada beberapa konsentrasi
menunjukkan bahwa triakontanol berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan
produksi kacang hijau. Konsentrasi yang paling efektif adalah 0,03 ppm (P3). Pada
konsentrasi ini triakontanol mampu meningkatkan jumlah bunga, jumlah polong,
panjang polong, rata-rata jumlah biji per polong dan berat biji secara signifikan, yaitu
hampir dua kali lipat dibandingkan kontrol. Data pendukung juga menunjukkan bahwa
pada pada konsentrasi tersebut triakontanol mampu meningkatkan panjang batang dan
berat kering tajuk.
Penelitian di Cina (2002) menunjukkan bahwa pemberian triakontanol pada
tanamana padi (rice seedlings) melalui aplikasi pada daun ( foliar application) dapat
meningkatkan bobot kering, protein dan kandungan klorofil pada padi. Leaf Nett
Fotosintesis meningkat secara cepat dan secara terus menerus.
Pengaruh traikontanol pada pertumbuhan dan hasil dilakukan pada sejumlah
tanaman hortikultura seperti tomat, lada (sweet pepper), sugar beet, kapas, tembakau
dan kentang. Penyemprotan sebanyak tiga kali melalui daun yang diaplikasikan pada
seluruh tanaman, dimulai dari tahap awal pertumbuhan tanaman. Pada tomat dan sweet
pepper, tinggi tanaman dan jumlah daun lebih tinggi pada tanaman yang diberi
perlakuna dibandingkan kontrol. Rata-rata jkumlah hasil per perlakuan lebih tinggi
secara signifikan dibandingkan kontrol. Pada tanaman sugar beet yang diberi perlakuan
triakontanol, jumlah daun dan rat-rata bobot akar secara signifikan lebih besar
dibandingkan kontrol. Pada tembakau rata-rata jumlah daun per tanaman 11% lebih
banyak dibandingkan kontrol, dimana rata-rata bobot keringnya 24% lebih besar
dibandingkan tanaman kontrol.Demikian pula halnya pada tanaman kapas dan kentang.
III. APLIKASI ZPT PADA BIDANG PERTANIAN
Seperti yang telah dibahas dimuka, ZPT sintetik sangat banyak digunakan pada
pertanian modern. Tanpa ZPT sintetik untuk mengendalikan gulma, atau untuk
mengendalikan pertumbuhan dan pengawetan buah-buahan, maka produksi bahan
makanan akan berkurang sehingga harganya akan menjadi mahal.Disamping itu,
muncul keprihatinan bahwa penggunaan senyawa sintetik secara berlebihan pada
produksi pangan akan menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan serius. Sebagai
conto dioksin, senyawa kimia sampingan dari sintesa 2, 4-D yang digunakan sebagai
herbisida selektif untuk membasmi gulma berdaun lebar dari tumbuhan dikotil.
Walaupun 2, 4-D tidak beracun terhadap mamalia, namun dioksin dapat menyebabkan
cacat lahir, penyakit hati, dan leukimia pada hewan percobaan.
Sekarang ini, bagaimanapun juga, produksi bahan pangan secara organik menjadi
relatif lebih mahal. Persoalan penggunaan senyawa kimia sintetik pada bidang pertanian
melibatkan aspek ekonomi dan etika. Haruskah kita teruskan memproduksi pangan
yang murah dan berlimpah dengan zat kimia sintetik dan masa bodoh terhadap masalah
yang mungkin muncul, atau haruskah kita melakukan budidaya tanaman tanpa zat
kimia sintetik berbahaya tetapi dengan menerima kenyataan bahwa harga bahan pangan
akan lebih mahal.
Pada metode kultur jaringan penggunaan auksin dan sitokinin sudah banyak
dgunakan. Menurut Gunawan (1987) bahwa jika konsentrasi auksin lebih besar daripada
sitokinin maka kalus akan tumbuh, dan bila konsentrasi sitokinin lebih besar
dibandingkan auksin maka tunas akan tumbuh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sudarmaji (2000) mengenai penentuan konsentrasi yang tepat pada pertumbuhan
kalus kapas menunjukkan bahwa pemebrian BAP dengan konsentrasi 2 mg/l pada kalus
dari kapas varietas Coker 500 menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat dan
kuantitas kalus yang paling baik. BAP pada konsentrasi 3 mg/l menghasilkan bobot
akhir kalus paling tinggi (1,65 g). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Pudji
Rahardjo dan Gatut-Suprijadji ( 2001) mengenai Pengaruh Panjang Sayatan dan
Konsentrasi NAA Terhadap Perakaran Setek Daun Bermata Tunas Kopi Robusta
menunjukkan bahwa panjang sayatan 3 cm dan 4 cm menyebabkan persentase setek
berakar mencapai 90%, jumlah akar rata-rata 1,9-2,0, panjang akar mencapai 8,7-9,6
cm, panjang tunas 1,3-2,4 cm dan berat kering tunas 14,15-14,94 mg. Pemberian zat
tumbuh NAA dengan konsentrasi 1.000 ppm, 1.500 ppm, dan 2.000 ppm tidak mampu
meningkatkan persentase setek berakar, jumlah akar, panjang akar, dan panjang tunas.
Pembentukan umbi mikro kentang dipengaruhi oleh adanya keseimbangan
antara hormon perangsang dan penghambat yang terdapat dalam tanaman tersebut.
Auksin dan giberelin secara umum diketahui sebagai hormon penghambat pembentukan
umbi, sedangkan untuk mempelajari proses pengumbian in vitro dapat digunakan
sitokinin dan zat pengatur tumbuh yang termasuk dalam kelompok inhibitor atau
retardan. Sitokinin yang tinggi dapat diberikan secara eksogen, sedangkan untuk
merendahkan giberelin endogen dapat diberikan retardan yang akan menghambat
biosintesis giberelin. Hasill penelitian yang dilakukan oleh Samanhudi dkk (2002)
menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol 0,2 ppm dapat meningkatkan jumlah
umbi mikro yang terbentuk. Dengan adanya penambahan paklobutrazol 0,2 ppm,
persentase tanaman yang membentuk umbi 30% lebih banyak dari pada tanaman yang
tidak diberi paklobutrazol. Penambahan paklobutrazol 0,2 ppm juga memberikan
jumlah umbi dan berat basah yang lebih tinggi berturut-turut sebesar 24% dan 30%
dibanding planlet yang tidak Diperlakukan.
Adanya peningkatan persentase planlet yang membentuk umbi, terbentuknya
jumlah umbi dan berat basah sesuai dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya (Balamani and Pooviah, 1985; Harvey et.al., 1991; Simko, 1993). Hal ini
tampaknya disebabkan karena pengaruh dari paklobutrazol yang merupakan suatu zat
perlambat biosintesa gibberellin sehingga kandungan GA-nya menjadi rendah dan
mendorong terbentuknya umbi. Hal ini juga dikemukakan oleh Gunawan (1995) akan
meningkat bila ke dalam media ditambahkan zat penghambat tumbuh seperti ancymidol
atau paklobutrazol. Dari penelitian ini diperoleh suatu gambaran hubungan antara
konsentrasi paklobutrazol dengan jumlah umbi yang terbentuk yang menunjukkan
bahwa peningkatan paklobutrazol sampai konsentrasi sekitar 0,4 ppm akan
meningkatkan jumlah umbi yang terbentuk dan setelah itu adanya peningkatan
konsentrasi akan mengakibatkan jumlah umbi yang terbentuk menurun.
Penelitian mengenai Pengaruh Vernalisasi, Giberelin, dan Auxin terhadap
Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah yang dilakukan oleh Nani Sumarni dan Etty
Sumiati (2001) menunjukkan bahwa hasil biji TSS (True Shallot Seed) atau hasil biji
bawang merah tertinggi diperoleh dengan perlakuan vernalisasi dan aplikasi 200 ppm
GA3 + 50 ppm NAA, yaitu sebesar 17,92 kg/ha. Namun, perlakuan vernalisasi dan
aplikasi 100 ppm GA3 juga memberikan hasil biji TSS yang cukup tinggi dan lebih
efisien dari segi penggunaan zat pengatur tumbuhnya, yaitu sebesar 13,42 kg/ha
(efisiensi lahan 80%). Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan
produksi biji bawang merah.
DAFTAR PUSTAKA
Anna Kasvaa. 2007. The growth enhancing effects of
triacontanol.htttp://www.carbonkick.fi. Diakses tanggal 19 Januari 2008.
Balamani, V dan Poovaiah, B. W. 1985. Retardation of Shoot Growth and Promotion of
Tuber Growth of Potato Plants By Paclobutrazol. American Potato Journal. Vol.
62.
Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education. Inc.
San Francisco. 802-831.
Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan PAU
Bioteknologi IPB. Bogor.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur in vitro dalam Hortikultura. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Fakulas Pertanian UGM.
Yogyakarta.
Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kapitsimadi, S.A. Vioryl. Effect of a long chain aliphatic alcohol (triacontanol) on growth
and yield of different horticultural crops. ISHS Acta Horticulturae 379:
International Symposium on Quality of Fruit and Vegetables: Influence of Pre- and
Post- Harvest Factors and Technology. http://www.actahort.org. Diakses tanggal
19 Januari 2008.
Kristisanani. 2006. Pengaruh Pemberian Triakontanol terhadap Produksi tanaman
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus var Betet). llibrary@lib.unair.ac.id. Diakses
tanggal 19 Januari 2008.
Nani Sumiati dan Etti Sumiati. 2001. Pengaruh Vernalisasi, Giberelin, dan Auxin
terhadap Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah. Jurnal Hortikultura (11) 1: 1-8
2001.
Netty Widyastuti dan Donowati Tjokrokusumo. 2007. Peranan Beberapa Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) Tanaman Pada Kultur In Vitro. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia Vol.3, No.5, (Agustus 2001), hal. 55-63 Humas BPPT/ANY
Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Dalam Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuhan. http://www.iel.ipb.ac.id. Diakses tanggal 19 Januari 2008
Pudji Rahardjo dan Gatut Supridjadji. 2001. Pengaruh Panjang Sayatan dan
Konsentrasi NAA Terhadap Perakaran Setek Daun Bermata Tunas Kopi Robusta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.
Samanhudi, Ahmad Yunus, Amalia T Sakya, Reny Hartati. 2002. Pengaruh
Paklobutrazol dan Aspirin dalam Pembentukan Umbi Kentang (Solanum
tuberosum L.) secara in vitro. Tersedia di http://www.iel.ipb.ac.id. Diakses tanggal
19 Januari 2008
Sudarmadji. 2003. Penggunaan Benzil Amino Purine pada Pertumbuhan kalus Secara In
Vitro. Buletin Teknik Pertanian Vol 8 No. 1 2003.
Triancontanol. 2007. "http://en.wikipedia.org/wiki/Triacontanol. Diakses tanggal 19
Januari 2008.
Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sustra Hudaya. Bogor.
Xinping Chen, Hongyu Yuan, Rongzhi Chen, Lili Zhu, Bo Du, Qingmei Weng and
Guangcun He. 2002. Isolation and Characterization of Triacontanol-Regulated
Genes in Rice (Oryza sativa L.): Possible Role of Triacontanol as a Plant Growth
Stimulator . Plant and Cell Physiology, 2002, Vol. 43, No. 8 869-876 Oxford
University Press .http://www. oxford-journal. org. Diakses tanggal 19 Januari
2008.

0 komentar:

 
Blogger Templates by Wishafriend.com